Kamis, 23 April 2009

Chapter Four


Chapter 4

Selama di sekolah dasar, Adi mulai mengenal berbagai macam olah raga. Mulai dari senam, voli, basket, kasti sampai sepakbola. Meskipun tidak terlalu baik dalam berolahraga karena badannya yang gemuk, Adi sangat suka olah raga. Menurutnya, berkeringat bersama teman-teman itu adalah hal yang menyenangkan.

Adi juga mulai suka menonton siaran olah raga di televisi. Beberapa tahun sebelumnya, Adi sempat terpukau oleh kehebatan tiga pemain sepak bola asal Belanda. Namun sekarang, Adi lebih menyukai sebuah tim sepak bola asal Inggris. Sejak pertama kali menonton tim tersebut berlaga, Adi menyukai gaya permainannya yang penuh semangat dan penuh kebersamaan. Mulai saat itu, tepatnya ketika Adi duduk di kelas 3, Adi menjadi penggemar tim Manchester United.

---- 0 ----

Tubuh Adi sekarang memang lebih gemuk dibandingkan waktu masih di taman kanak-kanak. Karena tubuh gemuknya, Adi mulai sering dijuluki “Ndut” oleh teman-temannya. Awalnya Adi tidak suka, tapi lama-kelamaan Adi semakin terbiasa. Hanya saja, Adi tidak suka kalau ada yang menyebutnya “Gendut” dengan nada mengejek. Adi akan sangat marah, tapi dia tidak melakukan apa-apa, hanya akan menyimpan kekesalannya di dalam hati.

Pagi ini, setelah melakukan senam pagi, seluruh anak kelas 3 telah kembali ke dalam kelas. Suasananya gaduh. Ada yang bercanda, ada yang serius membicarakan sesuatu, dan ada yang membahas tentang kejadian keluarnya cairan dari telinga salah satu teman saat senam tadi. Adi sendiri termasuk yang sedang membahas kejadian itu. Ketika sedang seru mengobrol, tiba-tiba salah seorang teman sekelas Adi yang merasa dirinya jagoan, mengejek Adi.

“Gendut, ngapain lu ngobrol aja ma anak cewek? Banci lu!” Teriaknya dari belakang, 3 bangku dari tempat Adi duduk.

Adi menoleh, melihat ke arah anak itu, kemudian berpaling dan kembali meneruskan obrolan dengan teman-temannya. Pikir Adi, tidak ada untungnya meladeni orang seperti itu.

Eh, Gendut banci, gue lagi ngomong sama lu,” kata anak itu lagi.

Adi kali ini tidak menoleh, dia berpura-pura tidak mendengar, dan tetap mengobrol dengan teman-temannya. Anak itu kemudian menghampiri Adi, mencengkeram kerah baju Adi dan mengangkatnya.

Lu nantangin gue ya?” Tanyanya.

“Lepasin gak..” Kata Adi, sedikit gemetar.

“Kalau enggak lu mau apa?”

Tiba-tiba, Adi merasa di sekelilingnya menjadi gelap. Dia merasa seperti tertidur. Saat Adi kembali membuka mata, dia melihat dirinya sedang berdiri dan terengah-engah. Temannya yang sok jagoan sudah tergeletak di lantai, meringis kesakitan, dan hidungnya mengeluarkan darah. Adi tidak mengerti apa yang terjadi. Hampir semua pasang mata melihat ke arah Adi. Anak sok jagoan itu dibantu dua temannya, keluar dari kelas. Adi kemudian duduk kembali dan mencoba mengatur nafasnya.

Lu gak apa-apa?” tanya Sasha, teman sebangkunya.

“Hah? Oh, gue gak apa-apa. Tadi ada apa ya?”

Lah…Ada apa gimana?”

“Iya, tadi si Anca kenapa berdarah gitu hidungnya?”

“Kan lu pukul. Gimana sih?”

Gue? Mukul? Ya ampun…Kok bisa?”

“Kenapa engga? Bagus lah ada yang berani ngelawan dia.”

Kata-kata Sasha seharusnya menghibur, karena itu seperti pujian. Tapi Adi terlanjur gemetar, dia takut membayangkan bagaimana kalau bapak dan kakak-kakaknya Anca datang mencari dia. Adi berpikir, pasti nyawanya tidak selamat. Dia juga masih bingung, karena dia sama sekali tidak merasa memukul anak itu. Tapi kenapa hampir semua orang merasa yakin bahwa Adi memukulnya?

---- 0 ----

Adi selamat dari ketakutannya terhadap pembalasan keluarga Anca. Ternyata keluarga Anca tidak melakukan apa yang dibayangkan Adi. Namun Adi masih belum mengerti, bagaimana dia bisa memukul Anca? Sekeras apapun dia berusaha mengingat kejadian itu, tetap saja Adi tidak bisa ingat. Lama-kelamaan, Adi melupakan kejadian itu. Anca sendiri sepertinya masih mengingat kejadian itu, karena sampai sekarang dia tidak pernah lagi mengganggu Adi.

Di pertengahan kelas 3, Adi mulai mengenal olah raga berenang. Sebagai kegiatan tambahan sekolah, Adi berenang seminggu sekali bersama teman-teman sekelasnya. Dalam waktu singkat, Adi sudah bisa berenang dengan dua gaya berbeda. Nilainya olah raga renangnya hanya kalah dengan Ira, teman sekelasnya yang memang amat pandai berenang.

Setiap selesai berenang, biasanya Adi dan teman-temannya langsung menuju kantin dan jajan. Setelah puas jajan, kalau bus penjemputnya belum datang, Adi dan teman-temannya pergi ke tempat penyewaan video game di sebelah kolam renang. Mereka menghabiskan waktu - dan sisa uang - di tempat itu.

Suatu hari setelah selesai berenang, Adi memutuskan untuk membeli roti kacang dan memakannya sambil berjalan keluar kolam renang. Setelah menunggu sebentar di halte, bus penjemput belum juga datang. Adi kemudian pergi ke tempat video game dan mulai bermain dengan serius, sambil sesekali melihat ke sekitar kalau-kalau bus penjemput datang. Game yang dimainkan ternyata cukup seru buat Adi. Cukup lama juga Adi bermain hari ini, lebih lama dari biasanya. Selesai bermain, Adi kembali ke halte, tempat dia dan teman-temannya biasa menunggu bus penjemput. Betapa terkejutnya Adi mendapati halte dalam keadaan sepi. Dia ditinggal sendirian. Adi bingung karena uangnya sudah habis, dia tidak bisa naik angkot untuk pulang ke rumah. Akhirnya Adi harus berjalan kurang lebih sejauh 4 kilometer dari kolam renang ke rumah. Sejak saat itu, Adi tidak mau lagi bermain video game setelah berenang.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Powered By Blogger
 

Diary Of A Normal Man Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez