Senin, 20 April 2009

Chapter One


Chapter 1

Keheningan di siang itu tiba-tiba berubah menjadi kegaduhan. Seorang anak lelaki yang tadinya tertidur lelap, terbangun karena suara piring pecah dan teriakan-teriakan dari suara orang-orang yang sangat dikenalnya. Seketika itu juga, anak lelaki itu menangis sekeras-kerasnya. Dia takut. Dia tidak menyukai suara-suara yang tidak enak didengar itu.

Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Seorang anak perempuan yang lebih tua masuk ke dalam kamar dan kemudian menutup kembali pintu kamar tersebut. Sesaat kemudian, setengah berlari anak perempuan itu menghampiri si anak lelaki dan memeluknya dengan erat.

“Jangan takut ya Di, ada Kakak kok. Kamu jangan takut, jangan nangis,” ucapnya mencoba menenangkan anak lelaki dalam dekapannya.

Pintu kamar kembali terbuka. Seorang wanita berumur tiga puluhan memasuki ruangan sambil berteriak.

“Aku tidak tahan hidup seperti ini terus! Aku bawa si kecil!”

Wanita itu berjalan ke arah anak-anak yang saling berdekapan.

“Adi, sini sayang. Ikut Mama yuk,” ajak wanita itu, mencoba mambujuk anak lelaki yang sedang menangis di pelukan kakaknya.

Gak mau! Papaa…” jawabnya, masih sambil menangis.

“Adi, ikut Mama saja Sayang, nanti Mama beli mainan yang banyak.”

“Be... Bener?”

“Iya, Mama janji.”

Anak lelaki itu melepaskan dekapan kakaknya dan beranjak menuju wanita tersebut. Wanita itu menggendong anak lelaki itu dan segera pergi keluar rumah. Mereka berdua naik ke dalam sebuah mobil yang sepertinya sudah menunggu mereka. Saat mobil tersebut mulai bergerak, anak lelaki itu melihat dari kaca belakang mobil dan kembali menangis. Seorang pria di akhir usia tiga puluhan sedang menggendong kakaknya yang juga menangis… Dan memanggil-manggil namanya.

“Adii…! Adiii…! Jangan pergi…”

---- 0 ----

Anak lelaki itu terbangun di sebuah ruangan yang asing. Ia tertidur selama perjalanan dan terbangun di atas sebuah sofa. Matanya menjelajahi seluruh ruangan, mencoba mencari bentuk-bentuk yang dikenalnya. Ternyata itu memang sebuah ruangan yang benar-benar asing.

Ruangan tersebut memiliki tembok berwarna biru—warna kesukaannya—yang membuatnya sedikit lebih tenang. Ia mengeksplorasi setiap sentimeter dari ruangan tersebut. Ada dua pintu yang tertutup. Anak lelaki itu beranjak ke arah salah satu pintu. Ketika pintu dibuka, dia mendapati sebuah ruangan dengan tembok berwarna sama, berukuran lebih kecil dari kamar di rumahnya. Lalu ada sebuah lemari, sebuah televisi, dan sebuah tempat tidur. Ada dua orang yang sedang tertidur di sana, tanpa mengenakan pakaian.

Dia masuk ke dalam ruangan, mendekat ke arah tempat tidur, dan mencoba mengenali dua orang tersebut. Orang pertama, seorang lelaki yang tidak dikenalnya. Kulitnya putih, perutnya sedikit buncit, dengan rambut lurus yang panjang untuk ukuran seorang lelaki. Perhatiannya beralih ke orang di sebelah lelaki itu. Seorang wanita, berambut panjang dan berkulit coklat. Anak lelaki itu tersenyum, lalu merebahkan diri di sebelah wanita itu, kemudian tertidur sambil memeluknya.

“Mama,” gumamnya sebelum terlelap.

---- 0 ----

“Mama, aku mau ketemu Papa. Aku mau ketemu Kakak.”

Ga bisa Sayang. Kamu kan sudah Mama beliin mainan, kamu main aja sana.”

“Aku ga mau mainan! Aku mau ketemu Papa!”

“Kamu kok gitu? Kamu ga sayang Mama?”

“AKU MAU KETEMU PAPA!” Anak lelaki itu akhirnya berteriak. Sesaat kemudian dia menangis.

Wanita itu terdiam beberapa saat. Dia kemudian beranjak dari sofa dan menuju ke arah kamar. Anak lelaki itu tetap menangis sambil terus melihat ke arah kamar. Tak lama, wanita itu keluar dengan pria berkulit putih yang selama dua hari terus bersama mereka.

“Ayo Di, kita pulang.”

---- 0 ----

Anak lelaki itu melepaskan genggaman tangannya dari wanita itu dan berlari menuju sesosok pria berambut gelombang yang amat dikenalnya. Langkah-langkah kecilnya membuat dia membutuhkan waktu untuk mencapai sosok pria tersebut. Sementara itu, wanita berambut panjang turun dari mobil dan melihat dari kejauhan.

“Papaaa…” teriaknya.

Anak lelaki itu memeluk pria itu dengan erat. Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya dan berlari masuk ke dalam rumah. Dengan setengah berlari dia menghampiri seekor anjing hitam dan langsung memeluknya. Anjing itu menjilati wajahnya, membuatnya tertawa geli karena jilatan anjingnya. Kemudian dia meninggalkan anjing itu dan setengah berlari menuju sebuah kamar di ujung ruangan. Dibukanya pintu kamar, dan dia melihat seorang anak perempuan sedang tertidur pulas di atas tempat tidur. Dia menghampiri tempat tidur dan merebahkan diri di samping anak perempuan itu.

“Kakaak…” gumamnya sebelum terlelap.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Powered By Blogger
 

Diary Of A Normal Man Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez